Perjalanan Ibadah Haji

Perjalanan Ibadah Haji

Kamis, 14 Juni 2012

Beberapa Catatan Seputar Ibadah Haji

Pada kesempatan ini saya ingin memberikan Beberapa Catatan Seputar Ibadah Haji. Catatan ini bukan karena saya melakukan ibadah haji, melainkan karena saya melihat dan menyaksikan kerabat, tetangga, dan handai tolan serta masyarakat yang menunaikan rukun Islam yang kelima itu.
Pantas disyukuri ketika kita dapat menunaikan ibadah haji. Bersyukur karena Allah telah memberikan karunia berupa kemampuan financial, kesehatan dan keluasan kesempatan untuk  pergi ke Baitullah, ka’bah di Makkah al-Mukarromah. Sementara yang lain juga pantas bersyukur karena dari waktu ke waktu jumlah yang mendaftar untuk dapat menunaikan ibadah haji terus meningkat. Bahkan sekarang waiting list telah sampai hingga tahun 2019. Subhan Allah!!!
Catatan yang ingin saya berikan terkait beberapa hal yang semestinya tidak atau kurang perlu dilakukan pada saat akan, sedang dan ketika pulang ibadah haji. Ya, jamaah haji kita cenderung melakukan hal-hal yang akan saya sebutkan nanti.
Beberapa hal tersebut di antaranya adalah :
Saat sebelum keberangkatan haji
Para calon jamaah haji ketika akan berangkat menunaikan rukun Islam yang kelima merasa akan setor nyawa ke tanah suci, Makkah. Soal mati atau tidak adalah urusan Allah. Di manapun seseorang bisa menjemput ajal. Apakah di tanah suci Makkah ataukan di tempat lain. Hal ini menyebabkan munculnya rasa takut dan kekhawatiran berlebihan, baik calon jamaah haji itu sendiri atau anggota keluarga yang akan ditinggal. Maka peristiwa yang bias kita saksikan adalah drama tangis-tangisan di antrara mereka yang disebabkan kekhawatiran tidak akan berjumpa lagi. Hal persis sama dengan ketika tentara yang akan maju ke medan tempur.
Hal lainnya adalah ketika akan berpamitan, calon jamaah haji mengundang sanak saudara, karib kerabat, tetangga dan kawan-kawan. Apa yang dilakukan ini sesungguhnya adalah benar. Sebelum pergi memang sangat dianjurkan untuk berpamitan dan menitipkan anggota keluarganya kepada yang lainnya. Karena dirasa sulit, maka mereka kemudian dikumpulkan di satu tempat untuk diadakan upacara (pengajian) dalam rangka pamitan ini. Lalu apa yang keliru terhadap hal ini? Adalah kebiasaan berlebihan yang dilakukan para calon jamaah haji. Berlebihan dari segi pendanaan akan menyebabkan membengkaknya anggaran. Hal-hal selain kepentingan ibadah haji inilah terkadang menjadi penyebab besarnya cost biaya ibadah haji di luar yang ditentukan pemerintah. Berlebihan dalam hal lain juga memantik munculnya riya dalam menunaikan ibadah haji. Riya dapat menyebabkan ibadah kita tidak ikhlas dan merusaknya. Ketulusan dan kesucian niat adalah modal sangat penting yang harus diperhatikan.
اِنَّمَا اْلاَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ وَاِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَانَوَا…رواه البخارى
“Sesungguhnya semua amal tergantung kepada niatnya. Dan sesungguhnya bagi setiap orang akan memperoleh (balasan) sesuai yang diatkannya…(HR. Bukhari)
Saat menunaikan ibadah haji
Ketika sudah berada di tanah suci, ada jamaah yang tidak khusu’ dan berkonsentrasi untuk menunaikan ibadah haji. Mereka malah sibuk berbelanja dan berfikir tentang oleh-oleh untuk anak cucu. Setiap kaki melangkah keluar dari pondokan, yang ada dalam pikirannya adalah belanja dan belanja.
Sementara jamaah yang lain ada yang enggan keluar dari pondokan. Kebiasaannya hanya tidur dan tidur. Tidak pernah membaca dan tadarus Al-Quran. Berjamaah ke masjid adalah kegiatan yang sangat memberatkan bagi mereka.
Di samping itu, ada juga yang dari hari pertama menginjakkan kaki di tanah suci tidak pernah berhenti cekcok dan adu mulut dengan pasangannya (suami-istri). Kebiasaan buruknya di rumah di bawa hingga ke tanah suci.
Yang menggelikan ada di diantara mereka yang berusaha mendapatkan kain kiswah (penutup) ka’bah. Mereka berkeyakinan bahwa kiswah ka’bah dapat memverkan berkah keselamatan, kesehatan, rizki dan sebagainya. Kalau tidak dapat mendapatkannya, mereka mengambil batu ataupun pasirnya untuk di bawa pulang. Aneh-aneh saja!
Lalu apa yang dilakukan anggota keluarga di rumah? Tidak sedikit dari mereka mengadakan acara pengajian atau tadarus Al-Quran selama anggota keluarga yang lain berada di tanah suci. Tadarus Al-Qur’an adalah ibadah dan masyru’. Akan tetapi kalau diselenggarakan dalam rangka hal ini tentu tidak ada tuntunan teks Ayat maupun Hadis Shahih yang dapat dijadikan pedoman. Artinya, mengadakan acara khusus tadarus Al-Qur’an selama pelaksanaan ibadah haji adalah tidak masyru’ dan sangat mungkit bid’ah.
Setelah menunaikan ibadah haji
Sementara itu ketika sudah sampai di rumah, jamaah haji mendapatkan predikat baru yaitu “pak Haji” dan “bu Haji”. Panggilan tersebut tidak sedikit membuat seseorang menjadi “berbeda”. Ia menjadi manusia lain dan harus mempunyai hak-hak sosial secara khusus di tengah-tengah masyarakatnya.
Ada perasaan ujub dan sombong. Padahal seharusnya setelah menunaikan ibadah haji mereka menjadi tawadhu’ dan rendah hati. Menjadi sangat dekat dengan Allah adalah keharusan yang lain. Kalau seseorang memiliki sifat ini atau negatif yang lainnya maka jelas bahwa hajinya tidak mabrur. Padahal seseorang yang menunaikan ibadah haji sangat berharap hajinya mabrur. Haji yang mabrur tidak ada balasan lain kecuali surga.
Kemabruran haji seseorang sesuai dengan do’a yang kita panjatkan saat menghantarkannya ke tanah suci :
اللهم حجا مبرورا وسعيا مشكورا وذنبا مغفورا وتجارة لن تبور
(16)

Kisah-kisah lucu seputar ibadah haji, dari kencing di wastafel hingga haji tamatu


Di tengah-tengah pelaksanaan ibadah haji yang penuh keseriusan, ternyata cukup banyak kisah lucu.  Saya sendiri mengalami hal tersebut ketika  tengah duduk-duduk bersama teman satu rombongan di perkemahan  Mina, tiba-tiba datang orang asing duduk diantara kami dan tanpa melihat ke arah kami orang itu berbicara ikut ngobrol, tapi lama-lama ia mulai sadar bahwa kami bukan teman rombongannya, ia pun pergi begitu saja mungkin dengan sedikit malu. Ha ha ha......... kasihan deh. Memang di Mina banyak sekali yang tersesat, termasuk diantaranya teman satu rombongan kami namanya Abah Sahim, ceritanya pada saat mau sholat Dzuhur  semua keluar untuk berwudhu, tapi Abah sahim terpisah dengan kami entah ke toilet yang mana, karena setiap toilet penuh dengan jamaah yang mau berwudhu dengan tujuh sampai delapan antrian sehingga perlu kesabaran yang extra. Setelah  selesai berwhudu kami semua kembali ke tenda untuk melaksanakan shalat berjamaah, semua sudah kembali ke tenda kecuali Abah Sahim.  Akhirnya sholatpun di mulai, Abah Sahim belum datang juga sampai kami selesai shalat. Kami beranggapan mungkin dia shalat di Mesjid, lewat waktu maghrib Abah Sahim belum datang juga akhirnya kami pun mencarinya sampai lewat waktu Isya belum datang juga, pas saat kami tengah berada dalam kebingungan karena dicari kena-kemari tidak ketemu tiba-tiba Abah SAhim muncul............. "Alhamdulillah, kamana wae atuh bah........? lucunya di mana ya tapi perasaan ada yang lucu deh sampai kami ketawa, mungkin karena Sia Abah nya yang tenang-tenang saja, padahal kami meni pahibut neangan eh ari si Abah na mah santei weeee............... Abah-Abah. 
Beberapa kisah lain ada  diungkapkan oleh Wakil Amirul Haj, KH Hasyim Muzadi, saat mengenang pengalamannya mendampingi jemaah asal Jawa Timur.
Mereka kebanyakan berasal dari kampung-kampung, lugu-lugu, dan baru keluar negeri untuk pertama kalinya. Ibaratnya, mereka tembak langsung ke Mekah dari desanya. Persoalannya adalah sejak di pesawat banyak jemaah yang tidak paham bagaimana menggunakan toilet. Toilet di pesawat menjadi bau karena jemaah ada yang pipis di lantai kamar mandi. Ada juga yang buang air besar tidak disiram karena tidak tahu cara menekan tombol penggelontornya. Begitu juga yang terjadi di pemondokan. Hasyim menemukan ada bau pesing di wastafel tempat cuci tangan dan cuci muka sehingga bisa dipastikan ada yang pipis di situ. Jemaah yang ditanya tidak ada yang mau mengaku. Lalu ia mengumpulkan jemaahnya untuk mencari tahu siapa yang kencing tidak pada tempatnya itu.
Namun agar tidak ada yang curiga, Hasyim berpura-pura meminta pendapat jemaah soal kondisi kamar mandi di pemondokan mereka. “Apakah tempat kencing di pemondokan ini sudah baik?” tanya Hasyim memancing. Seorang kakek menjawab dengan lugunya, “Sebenarnya yang sekarang sudah baik Pak Kyai, cuma terlalu tinggi. Tadi pagi saya kencing susah, karena ketinggian saya bawa kursi ke kamar mandi.” Maka tahulah Hasyim siapa oknum jemaah yang kencing di wastafel.
Cerita lucu lain dari mantan Ketua PB NU ini adalah saat dia mengobrol dengan jemaah bernama Saleh yang akan berangkat haji untuk kali ketiga. “Apakah sekarang ini Pak Saleh hajinya haji ifrad atau haji tamattu?” tanya Hasyim. “Bukan dua-duanya kyai. Saya tetap Haji Saleh. Nggak pernah ganti nama,” jawab Saleh yang tidak mengerti apa itu haji ifrad atau haji tamattu. Haji ifrad adalah mereka yang langsung mengambil haji termasuk wukuf dan melempar jumrah tanpa umroh terlebih dahulu. Sebaliknya, haji tamattu adalah mereka yang melakukan umroh baru kemudian mengambil hajinya.
Kisah lucu lain ditemui langsung oleh wartawan saat bersama Kepala Informasi dan Humas Kemenag Zubaidi meninjau kelompok jemaah haji asal Grobogan yang terkena musibah akibat bus yang ditumpangi menabrak pembatas jalan. Salah satu korban yang menderita luka parah adalah Sukirno, 84. Kaki kanannya patah sehingga harus dioperasi dan dipasang alat penyambung tulang.
Ketika kami menengok di kamarnya, Sukirno tergolek di tempat tidur meski kondisinya sudah jauh lebih baik. Oleh karena tidak bisa jalan, Sukirno tidak bisa banyak beribadah seperti salat di Masjidil Haram seperti teman-temannya. Ia hanya bisa beraktivitas di seputar kamar saja. “Pak Kirno itu haji ‘tamatu,’ tangi, mangan, turu. Kerjaannya cuma bangun, makan dan tidur saja,” kata teman sekamar Sukirno.
Pengalaman unik dan lucu tidak hanya dialami jemaah, tapi juga oleh petugas haji termasuk wartawan. Seorang wartawan yang bertugas di Media Center Haji (MCH), sebut saja namanya Haji Warta, percaya betul akan hukum karma dan keajaiban-keajaiban yang bisa dialami oleh jemaah saat menjalankan ibadah haji. Misalnya saja, kalau di Indonesia dia seorang yang murah hati suka bagi-bagi rejeki, maka di Tanah Suci tiba-tiba banyak orang tak dikenal kasih-kasih dia apa saja, dari mulai sekedar makanan, cenderamata sampai uang riyal.
Ada juga wartawan yang sombong karena sudah sering ke luar negeri lalu menganggap enteng bisa pulang sendiri dari Masjidil Haram ke pemondokannya. “Eh, dia ternyata tersesat. Biasanya wartawan memberitakan jemaah yang tersesat, ternyata wartawannya sendiri tersesat,” kata Haji Warta.
Khusus hukum karma yang dia alami sendiri, Haji Warta menceritakan pengalamannya. Ia mengaku doyan kentut. Kalau sudah mau buang gas, dia tidak bisa menahan diri. Haji Warta bisa kentut di mana saja, kapan saja, dan bagi siapa saja seperti iklan minuman kaleng. Di ruang kerja kentut, saat rapat kentut, bahkan di lift dia mengaku sering kentutin orang. “Tahu nggak pak? Di Tanah Suci saya dibalas dikentutin orang melulu,” cerita Haji Warta.
Ia mengatakan baru saja dikentutin jemaah haji berkulit hitam berbadan tinggi dan besar. Saat habis tawaf dan sedang berjalan meninggalkan Masjidil Haram, tiba-tiba seorang jemaah haji asal Afrika bergegas melewatinya. Begitu terlewati dan berada persis di depan Haji Warta, si Afika berhenti sebentar dan “brutttt….” buang gas persis ke muka Haji Warta. “Celakanya, habis kentut begitu, dia menengok ke saya dan tersenyum-senyum. Habis itu, dia jalan begitu saja,” kisahnya.
Sumber : Salopos.com